Saat berada di Amerika Latin, hal pertama yang paling saya
takuti adalah aksi kejahatan. Saat pertama kali menginjak kaki di Republik
Dominika, tahun 1999, dalam perjalanan dari bandara, saya menyaksikan bagaimana
demonstrasi masyarakat menolak kenaikan harga bensin dengan aksi kekerasan luar
biasa. Saat menonton TV malam harinya, aksi kekerasan tersebut sungguh
mencengangkan saya; polisi lari ditembak demonstran! Dipalak orang di jalanan
sudah menjadi hal yang biasa di sana, yang penting jangan lupa bawa uang di
dompet untuk diberikan kepada mereka yang mabuk atau lagi mencari uang. Demikian
juga di Mexico City. Semua teman orang Meksiko melarang saya supaya jangan naik
taksi malam hari. Aksi penculikan sering terjadi di taksi. Hal yang sama juga
di Peru, mereka melarang kami berjalan di daerah-daerah yang rawan, kecuali di
daerah-daerah elit seperti Miraflores atau San Isidro, karena di daerah ini banyak
polisi di jalan yang menjaga kantor-kantor dan rumah-rumah orang asing, seperti
kedutaan dll.
Hal tersebut yang membuat saya tertarik untuk melihat
sedikit aksi kekerasan di Amerika Latin. Menurut laporan PBB ternyata benua yang paling
banyak mengalami aksi kekerasan adalah Amerika. Dalam setahun ada sekitar 450.000
kasus pembunuhan dan sebagian besar aktor kekerasan ini mengalami ‘kekebalan
hukum’. Sekitar 40 dari 50 kota yang paling berbahaya di dunia ada di benua
Amerika. Pertanyaannya, mengapa itu bisa terjadi di benua Amerika?
Alasan yang paling mendasar mengapa aksi kekerasan semakin
meluas di benua Amerika adalah ketidakberdayaan hukum. Hampir di semua aktor kejahatan di benua ini menerima atau mengalami kekebalan
hukum bahkan sebagian besar penjahat dan pembunuh tidak pernah diadili. Di
Venezuela misalnya sebanyak 97% dari aksi kriminalitas tidak pernah
diselesaikan dan penjahat yang menjadi aktor aksi kejahatan tidak pernah di
bawah ke pengadilan. Hal yang sama juga terjadi di Kolombia. Hanya seperempat
dari hampir 780.000 aksi kejahatan atas kurang lebih 3.000.000 orang yang
dilaporkan. Dari hampir 2 juta orang di Kolombia hanya 498.000 orang yang
berani melaporkan aksi kejahatan mereke ke otoritas yang berwenang.
Alasan lain yang paling mendasar adalah kurangnya sistem
pendidikan publik yang berkualitas. Semua negara, (selain Argentina, Chile, Costa
Rica dan Uruguay), memiliki sistem pendidikan umum yang tidak memadai, entah
karena sarananya yang tidak memadai maupun karena kurangnya sumber daya manasia
untuk mengembangkan pendidikan. Kolombia, Peru, Bolivia, Ekuador, Venezuela,
Brasil dan hampir semua negara di Amerika Tengah (kecuali Costa Rica) mengalami
krisis pendidikan. Negara-negara tersebut berada di 25% urutan terbawah dari
rangking kualitas pendidikan di dunia. Tanpa pendidikan, tanpa sekolah, tidak
ada pendidikan nilai formal yang diterima masyarakat.
Hal lain yang menjadi keresahan besar di benua Amerika
adalah krisis institusi keluarga. Sebanyak 84% dari anak-anak Kolombia yang
lahir bukan berasal dari hasil pernikahan yang sah. Ada jutaan anak di benua
ini yang lahir diluar institusi keluarga, dan sebagian besar lahir dalam
kondisi yang mengenaskan. Program keluarga berencana di hampir semua negara
mengalami kegagalan. Jumlah penduduk Venezuela tahun 1980-an sebanyak kurang
lebih 11 juta jiwa. Tahun 2011 lalu berkembang menjadi 28 juta. Demikian juga
dengan Kolombia selama 27 tahun jumlah penduduk bertambah dari 30 juta menjadi
47 juta. Sekolah pertama seorang anak manusia adalah keluarga. Jika keluarga
inti ini tidak ada maka siapa yang mengganti fungsi utama keluarga ini?
Anak-anak yang belajar di jalanan, di mana ketidakadilan dan eksklusi sosial terjadi,
adalah sekolah pertama aksi kriminalitas. Sebagian besar anak-anak di benua
Amerika yang tidak lahir dari institusi keluarga mengalami sekolah pertama
dalam hidup mereka di jalanan.
Alasan lain yang juga tidak kalah penting adalah gagalnya
pengadilan tempat dimana keadilan harus ditegakkan. Sistem pengadilan di
Amerika Selatan, yang nampaknya paling sibuk di dunia, merupakan yang paling
buruk di dunia. Laporan “World Justice Project” menyatakan bahwa dari 99 negara
yang dipelajari dan dianalisis tahun 2014, hanya 3 negara di wilayah ini, yakni
Chile, Peru dan Uruguay, yang berada di
40 negara teratas yang memiliki sistem pengadilan yang berkualitas. Sebanyak 7
dari 25 negara di Amerika masuk dalam golongan 25 negara terkorup di muka bumi.
Sistem pengadilan seperti ini membuat aksi kriminalitas berkembang dengan
pesat!
Hal yang paling menarik untuk disimak adalah lembaga
pemasyarakatan atau penjara merupakan sekolah yang baik untuk aksi kriminal.
Situasi penjara di Amerika Latin memang mengerikan. Pemerintahan Honduras
misalnya mengakui bahwa sebanya 23 dari 24 penjara yang ada tidak memenuhi
standar dasar sebuah penjara. Penghuni penjara di Kolombia bisa mencapai 200%,
melebihi jumlah penghuni yang sesungguhnya. Di Guatemala, penghuni penjara
memiliki kelebihan kapasitas sebanyak 156%. Dan yang paling parah adalah
Venezuela di mana penjara-penjara memiliki penghuni lebih dari 200%. Kejahatan,
pembunuhan yang tidak pernah diadili, kekerasan dan korupsi merupakan ciri khas
semua penjara di Amerika Latin.
Hal lain yang menjadi sumber kriminalitas adalah korupsi.
Korupsi dalam kepolisian merupakan hal yang paling buruk di Amerika Latin
terutama di Argentina, Meksiko, Venezuela, Honduras, Guatemala dan El Salvador.
Hilangnya 43 mahasiswa di Meksiko baru-baru ini merupakan sinyal paling besar
yang menunjukkan bahwa organisasi kejahatan dan pihak kepolisian bekerja sama
dengan pemerintah local merupakan kerjasama korupsi terbesar. Ke 43 mahasiswa
tersebut diserahkan kepada organisasi kejahatan dan sampai sekarang belum
diketahui nasib mereka.
Kehadiran polisi di tempat-tempat kejahatan juga sangat
jarang. Kalau anda berjalan ke beberapa kota di Amerika Latin, anda bisa
merasakan bahwa kehadiran polisi khususnya pada malam hari di tempat-tempat
publik yang menjadi tempat aksi kejahatan sangat jarang terlihat.
Hal lain yang menjadi pemicu aksi kejahatan di Amerika Latin
adalah penjualan senjata secara bebas. Di Meksiko saja diperkirakan ada lebih
dari 10 juta senjata illegal, di Venezuela diperkirakan antara 9-11 juta
senjata ilegal, sementara di Kolombia diperkirakan ada 2-4 juta senjata
illegal. Bisa dipastikan bahwa peredaran senjata paling besar di dunia ada di
Amerika Latin. Memiliki senjata di wilayah ini cukup gampang, yang penting anda
memiliki uang!
Hal yang paling menarik adalah, tidak ada hubungan antara
kemiskinan dengan aksi kekerasan. Negara-negara miskin seperti Nikaragua,
Bolivia dan Paraguay memiliki rata-rata aksi kekerasan dan pembunuhan yang jauh
lebih sedikit bila dibandingkan dengan Meksiko, Venezuela, dan Kolombia yang
memiliki PBI jauh lebih tinggi. Hal ini mau menunjukkan bahwa budaya kekerasan
menjadi pemicu utama di negara-negara berkembang di Amerika Latin. Dari
statistik aksi kekerasan yang terjadi selama Piala Dunia Bola Kaki di Brasil
misalnya bisa dilihat bahwa budaya kekerasan itu terjadi. Saat Kolombia menang
di Piala Dunia ada sekitar 19 orang yang meninggal dunia karena aksi kekerasan
yang terjadi di Kolombia. Di Argentina, ketika Argentina kalah dari Jerman,
penggemar-penggemar bola di Argentina justru memukul polisi Argentina yang
menjaga mereka; sebanyak 70 orang luka, satu orang meninggal dunia, ratusan
orang ditahan dan begitu besar kerugian material di tengah masyarakat.
Sementara di Jerman yang menjadi juara dunia bola kaki, tidak ada satu orangpun
yang meninggal karena mereka menjadi juara dunia!
Dan alasan terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah
“ketidakhadiran negara” dalam mengatasi berbagai aksi kejahatan. Kalau negara
tidak bergerak untuk mengatasi kejahatan lalu siapa yang bisa mengatasi
kejahatan?
0 comments:
Post a Comment