“Copa del Mundo” (Piala Dunia) Brasil 2014 memang fenomenal.
Hampir 3 milyar orang di dunia ini membelalakkan mata mereka di depan layar TV,
yang dimulai tanggal 12 Juni lalu. Jumlah pemirsa yang luar biasa banyak
tersebut menobatkan Bola Kaki menjadi olah raga yang paling populer di muka
bumi. Orang-orang Siria, Arab, Inggris, Nigeria, Afrika, Indonesia, China,
Argentina, Brasil, Venezuela, Palestina, Israel, Ukraina, Rusia dll bersatu
menjadi “fans futbol”. Kalau ada pembuktian hasil kerja globalisasi, maka bola
kaki menjadi juara globalisasi.
Beberapa data yang mencengangkan : FIFA yang menjadi
organisator even internasional ini memiliki negara anggota sebanyak 209 negara.
Jumlah yang jauh lebih banyak 16 negara dari negara anggota dengan PBB.
Sebanyak 20 klub besar di dunia, yang sebagian besar berada di Eropa, berhasil
mengantongkan pemasukan sebesar US$ 7.400 juta pada tahun lalu berdasarkan data
DELOITTE. Satu dari empat orang Jerman minimal sekali pergi ke stadion dalam
satu “temporada” (season). Cristiano Ronaldo dan Lio Messi menjadi “futbolista”
yang paling terkenal bagi anak-anak di bawah 30 tahun di Amerika Serikat. Lebih
dari 85% orang Jepang, meluangkan waktu minimal 20 menit untuk menonton setiap
pertandingan Piala Dunia Afrika 2010. Menurut perhitungan “The Economist”,setiap
pertandingan Piala Dunia Brasil 2014 berhasil meraup keuntungan sebesar kurang
lebih US$ 1.000 juta.
Namun demikian di luar data yang mencengangkan itu ternyata
FIFA juga memiliki berbagai masalah yang belum terselesaikan. Majalah Sunday
Times beberapa hari sebelum Piala Dunia Brasil 2014 membeberkan kasus suap yang
memberikan tuan rumah Piala Dunia 2022 di Qatar. Keputusan untuk menjadikan
Qatar sebagai tuan rumah ditantang banyak pihak dengan alasan cuaca yang lebih
dari 40 derajat celcius dan alasan keamanan. Mantan dewan eksekutif FIFA,
Mohamed Bin Hammam, yang berkewarganegaraan Qatar, mereka membayar US$ 5 juta
kepada anggota dewan lainnya (khususnya wakil dari Afrika) untuk menjamin Qatar
sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022. Dalam Piala Dunia Afrika Selatan 2010,
Afrika Selatan menginvestasikan dana sebesar US$ 3.000 juta dan hanya mendapat
pengembalian dari even tersebut sebesar US$ 300 juta; sementara FIFA mengantongi
keuntungan US$ 3.500 juta dari hasil tayangan televisi dan iklan.
Hal tersebut bukan merupakan kasus korupsi pertama yang
dialami FIFA. Mantan wakil ketua FIFA, Jack Warner, dikeluarkan dari jabatannya
karena skandal penipuan dan penggunaan dana FIFA. Herannya FIFA tidak mengadili
Jack Warner dengan membawanya ke pengadilan. Bahkan ada suara yang menyatakan
bahwa hampir setengah dari anggota organisasi FIFA ini terlibat dalam kasus
korupsi. Belum lagi kasus wasit yang disuap sehingga dengan mudah mengatur hasil
pertandingan.
Walaupun diterpa berbagai isu, namun FIFA tidak bisa dibawa
ke pengadilan. Kenapa? FIFA sebagai sebuah organisasi yang tidak mencari
keuntungan secara hukum tidak bertanggungjawab kepada siapapun dan tidak memiliki
tanggungjawab publik untuk mempublikasikan pemasukan dan pengeluaran organisasi
tersebut. Tidak ada pemerintahan atau kelompok pemerintahan yang bisa
mengaturnya. Sementara di lain pihak, hampir semua organisasi sepak bola di
dunia ini menerima dana FIFA yang membuat mereka tutup mulut terhadap FIFA.
Benny Kalakoe
19 Juni 2014
0 comments:
Post a Comment