“Katakan tidak kepada rasisme”. Walaupun semboyan itu terus
didengungkan dalam perhelatan Piala Dunia 2014 di Brasil, namun sangat
disayangkan aksi rasisme masih saja muncul dalam berbagai aksinya. Beberapa
aksi rasisme yang patut disayangkan dari Piala Dunia 2014 Brasil antara lain:
Pertama: “Dilma, vai toma no cu” . Ini adalah
teriakan ejekan atau fitnahan yang dilontarkan oleh masyarakat Brasil yang
menolak Piala Dunia 2014 kepada presiden mereka. Dalam acara pembukaan Piala
Dunia 2014 lalu, Presiden Dilma Rousseff tidak berpidato karena takut menjadi
ajang ejekan atau fitnahan seperti yang dialaminya ketika beliau membuka Piala
Konfederasi lalu. Dalam acara pembukaan Piala Dunia 2014, teriakan fitnahan dan
ejekan tersebut bermula di area VIP stadion, di mana harga karcis VIP dijual
seharga R$ 990 (atau kurang lebih US$ 440). Padahal diprediksikan bahwa
masyarakat Brasil dipastikan tidak banyak di wilayah ini karena harga tiket
yang mahal. Tetapi fitnahan justru datang dari wilayah VIP ini. Surat kabar
Brasil menyatakan bahwa beberapa orang Brasil yang berada di VIP ini tidak
setuju dengan arah politik yang dibuat oleh Dilma Rousseff. Namun mereka
menyayangkan kenapa fitnahan itu dilontarkan di sini. Sebaiknya jika mereka
tidak menghendaki Presiden Dilma sebagai pemimpin Brasil, tanggal 5 Oktober
2014 nanti adalah tanggal yang pasti dan tepat untuk melengserkan Dilma.
Presiden Dilma Rousseff dipilih secara demokratis oleh
55.752.529 suara, yang berarti 56% dari total suara dalam pemilihan tahap kedua
tahun 2010 lalu. Banyak kalangan internasional menyayangkan fitnahan dan ejekan
kepada Dilma. Seharusnya masyarakat Brasil juga mengingat perjuangan Dilma yang
melawan kediktatoran, yang ditahan, dipenjara dan disiksa. Sebagai seorang
presiden Brasil sudah selayaknya dia dihormati karena pilihan rakyat dan
sejarah hidup yang dialaminya. Walaupun
dihina dan difitnah, Dilma dengan tegas menyatakan bahwa semua fitnahan dan
ejekan yang dilontarkan kepadanya tidak akan membuatnya lemah.
Kedua: “Tinha que ser
preto”. Ejekan dan fitnahan ini diarahkan kepada Marcelo yang membuat gol
bunuh diri. Gol bunuh diri ini sekaligus gol pembuka Piala Dunia 2014. Gol
bunuh diri dalam permainan bola kaki adalah sesuatu yang wajar. Wajar karena
memang ini kesalahan yang tidak disengaja. Namun reaksi masyarakat Brasil mengekspresikan
kekesalan mereka dalam berbagai media (khususnya twitter atau fb) dengan
menyatakan “tinha que ser preto” (yang kurang lebih berarti “itu terjadi karena
dia hitam”). Frase ini sangat terkenal di Brasil dan merupakan sebuah frase
rasisme yang seharusnya sudah dilupakan. Frase ini sangat tidak adil bagi 51%
masyarakat Brasil yang berwarna kulit hitam/gelap. Mengapat mereka tidak
mengatakan hal yang sama ketika Neymar mencetak gol untuk kemenangan Brasil
karena Neymar juga berkulit hitam/gelap.
Ketiga: Teriakan yang diarahkan ke Diego Costa sebagai
pengkianat. Diego Costa yang menaturalisasikan dirinya menjadi warga negara
Spanyol dari warga negara Brasil dianggap sebagai pengkianat terhadap sepak
bola Brasil. Dalam pertandingan Belanda melawan Spanyol, Diego Costa selalu
mendapat teriakan masyarakat Brasil saat dia berada dengan bola. Namun harus
diingat bahwa bukan hanya Diego Costa saja dari Brasil yang merupakan pemain
naturalisasi dalam Piala Dunia 2014 ini. Eduardo da Silva dan Jorge Sammir Cruz
Campos di Kroasia, Pepe di Portugal, Thiago Motta di Italia dan masih banyak
yang lainnya. Namun pemain-pemain tersebut tidak mendapat ejekan atau fitnahan
rasisme dari masyarakat Brasil.
Ketiga hal di atas mau menunjukkan bahwa mau
menunjukkan bahwa masih ada sikap rasisme kepada sesama dalam sebuah kompetisi
di mana tujuan utamanya juga adalah bersahabat dengan sesama. Kalangan
internasional sangat mengharapkan supaya Brasil lebih profesional dalam melihat
sepak bola sebagai sebuah pertandingan dan bukan ajang politik rasisme. Semoga
ketiga hal tersebut menjadi aksi rasisme yang terakhir di Brasil.
Dari berbagai sumber
Benny Kalakoe
23-06-2014
0 comments:
Post a Comment