Wednesday 6 February 2013

MASYARAKAT INDIGENAS PERU


Masalah masyarakat indigenas Peru. Belakangan ini masyarakat indigenas Peru sering menjadi sorotan media karena berbagai perjuangan mereka untuk menolak proyek pertambangan yang merusak daerah atau lingkungan di mana mereka hidup. Perjuangan mereka mendapat dukungan dari berbagai kalangan di seluruh dunia. Namun demikian bagaimana perjuangan masyarakat indigenas dalam tatanan politik di Peru sendiri.


Untuk membahas masalah masyarakat indigenas Peru ini ada baiknya kita melihat dua hal penting tentang  realitas masyarakat indígenas Peru. Masalah yang pertama adalah tidak adanya definisi yang jelas tentang apa dan siapa yang dimaksudkan dengan masyarakat “indigenas” dalam tataran hukum negara Peru. Masyarakat indigenas sering dicampuradukan dengan istilah masyarakat “petani” (campesino) atau masyarakat “asli” (native). Dan masalah kedua adalah kuantitas masyarakat indigenas di Peru tidak pernah memiliki data yang jelas sampai sekarang ini. Masalah ini disebabkan karena dalam regulasi hukum di Peru yang digolongkan masyarakat indigenas hanyalah mereka yang bertempat tinggal di daerah Hutan Amazon. Sementara masyarakat yang tinggal di Pegunungan Andes dan daerah pantai tidak digolongkan sebagai masyarakat indigenas. 

Dalam konstitusi negara Peru tahun 1920 masyarakat indígenas dikenal sebagai masyarakat  yang harus dilindungi. Mengingat ras mereka yang unik mata dibuat aturan hukum yang melindungi dan membiarkan kebudayaan mereka tetap hidup. Dalam Código Civil tahun 1936 istilah masyarakat indígenas sudah mulai dipakai dalam hubungannya dengan perlindungan atas tanah yang mereka duduki sebagai tempat mereka hidup. Pada tahun 1969, dalam hukum Reforma Agraria, masyarakat indígenas mulai dihubungkan dengan petani atau komunitas nativa (asli). Dalam Konstitusi Politik Peru tahun 1993 yang sampai sekarang berlaku resmi masyarakat indígenas tidak lagi dilihat sebagai yang harus dilindungi melainkan sebagai komunitas petani dan masyarakat asli. Beberapa bulan setelah Konstitusi Politik 1993 berlaku resmi, negara Peru menandatangani / meratifikasi Konvensi 169 dari ILO yang mengakui adanya istilah “masyarakat indígenas”. Sampai sekarang ini belum ada aturan hukum yang jelas tentang “masyarakat indígenas” atau “komunitas indígenas” atau “komunitas petani” atau “komunitas asli” dalam hukum Peru. Yang jelas Negara Peru menandatangani Konvensi PBB tersebut untuk menjamin hak-hak masyarakat indígenas dalam peraturan hukum yang ada di negara Peru.


Dalam Sensus Masyarakat Amazon tahun 1993 dinyatakan bahwa ada sebanyak 239.674 orang yang digolongkan sebagai masyarakat indígenas dari total masyarakat Peru sebanyak 22.639.443 orang. Diberitahukan bahwa ada 1.145 komunitas indígenas yang bermukim di wilayah Loreto, Ucayali, Amazonas, Junin dan Pasco, yang adalah 1,,085% dari total masyarakat Peru. Dalam sensus kedua yang dilakukan tahun 2007 dinyatakan bahwa masyarakat indígenas mencapai 332.975 orang yang sebagian besar berasal dari suku Asháninka dan Awajún. Dinyatakan juga bahwa masyarakat indígenas terdiri dari 52 etnik dan 1.786 komunitas indígenas. Dalam sensus yang dibuat tahun 2007 ini, masyarakat indígenas di daerah pegunungan Andes dan Costa yang berbicara Quechua dan Aymara tidak digolongkan sebagai masyarakat indígenas dalam sensus tersebut karena dianggap mereka sudah mulai berbicara bahasa Spanyol dan sudah menjadi masyarakat urban. Dengan demikian untuk mengetahui jumlah masyarakat indígenas yang pasti di Peru sampai sekarang belum bisa dipastikan.

Partisipasi masyarakat indígenas dalam politik. Pada era kolonial mereka yang punya hak memilih hanya mereka yang bisa membaca. Pada Konstitusi tahun 1979 dinyatakan bahwa mereka yang boleh memilih adalah orang dewasa tanpa harus memperhatikan latar belakang atau kemampuan mereka. Karena itu sejak saat itu masyarakat indígenas memiliki hak untuk memilih. Tetapi masalahnya adalah banyak masyarakat indígenas yang tidak memiliki identitas atau dokumen seperti yang dibutuhkan oleh negara untuk berpartisipasi dalam pemilihan. Selain itu lokasi tempat tinggal mereka yang jauh dari tempat pemungutan suara membuat hak-hak mereka untuk memilih tidak dijalankan dengan baik. 

Berhadapan dengan masalah tersebut akhirnya pemerintah berusaha supaya masyarakat indígenas harus mengambil bagian dalam pemilihan umum. Salah satu caranya adalah dengan menetapkan 15% dari calon legislatif di daerah (kabupaten dan provinsi/regional) adalah dari masyarakat indígenas. Di satu pihak kemauan pemerintah ini membuat masyarakat indígenas terwakili dalam politik pemerintahan. Tetapi partisipasi ini hanya sebatas formalisme karena hak-hak mereka sebagai masyarakat indígenas hampir tidak pernah dihormati. Ditingkat pemilihan legislatif tingkat nasional, partisipasi masyarakat indígenas harus melalui partai. Walaupun wakil masyarakat indígenas mengalami kesulitan untuk dipilih melalui partai politik di tingkat nasional tetapi beberapa wakil masyarakat indígenas bisa menjadi wakil rakyat di tingkat Parlemen. 


Dalam pemilihan tahun 2001  terpilih Paulina Arpasi yang menjadi wakil dari partai Peru Posible. Paulina Arpasi mengalami kesulitan dalam parlemen karena tidak bisa bicara Bahasa Spanyol dengan baik, karena dia bicara Bahasa Aymara. Lalu tahun 2006 terpilih Hilaria Supa Huamán dan Maria Sumire sebagai wakil dari partai Union por el Peru. Kedua wakil masyarakat indígenas ini meminta supaya mengambil sumpah mereka dalam Bahasa Quechua, tetapi Kongres Peru menolak karena bahasa resmi Kongres adalah Bahasa Spanyol. Kongres yang mendukung keragaman kebudayaan tetapi menolak masyarakat indígenas untuk bersumpah dalam bahasa ibu mereka menjadi perdebatan publik saat itu. 

Dalam pemilihan tahun 2011, Eduardo Nayap, menjadi seorang indígenas pertama dari Suku Awajún yang menjadi anggota parlemen dari Partai “Gana Peru” yang merupakan wakil dari daerah Amazon. Saat diambil sumpahnya dia memakai pakain adat Awajún dan dia berjanji supaya Hukum Consulta Previa (Hukum Konsultasi dengan Masyarakat Indigenas) segera disyahkan oleh parlemen terhadap berbagai proyek pemerintah di wilayah masyarakat indígenas. 

Secara umum pemerintah Peru mendorong supaya masyarakat indígenas berpartisipasi dalam berbagai keputusan yang diambil oleh negara. Walaupun wakil masyarakat indígenas bukan merupakan mayoritas di parlemen atau tidak sampai di parlemen namun Parlemen Peru menyediakan sebuah komisi tersendiri yang mengurusi masyarakat indígenas, yakni Komisi Agraria dan Komisi Masyarakat Andina, Amazon, Afroperuano, Lingkungan dan Ekologi. Kedua komisi ini sudah terbentuk antara tahun 2000-2001. Lalu kedua komisi ini digabungkan menjadi Komisi Masyarakat Andinos, Amazon, Afroperuano, Lingkungan dan Ekologi. Kedua komisi ini menjadi saluran suara masyarakat indígenas supaya didengarkan. Hukum Consulta Previa yang sekarang sedang dicanangkan sudah mulai diusulkan dalam komisi ini sejak tahun 2006.

Hukum Consulta Previa baru muncul ke permukaan ketika masyarakat indígenas menolak eksplorasi minyak bumi di daerah Amazon. Saat itu Perjanjian Promosi Perdagangan Peru (APCI) dengan Amerika Serikat ditolah masyarakat indígenas melanggar hak-hak asasi manusia. Sejak saat itu dialog dengan masyarakat indígenas semakin gencar. Sementara Komisi Agraria yang sudah berdiri sendiri juga berusaha melindungan masyarakat indígenas dengan melarang semua bentuk benih dari luar yang bisa mempengaruhi benih-benih asli dari Peru. 


Keterlibatan masyarakat indígenas dalam bidang eksekutif Negara Peru sudah mulai diperhatikan oleh Negara Peru dengan membentuk Institut Indigena Peru tanggal 15 Mei tahun 1946. Baru kemudian pada zaman Presiden Alejandro Toledo dibentuk Komisi Nasional Masyaraka Andina dan Amazon (CONAPA), yang kemudian dihapuskan oleh Toledo karena masalah antara masyarakat indígenas dengan istri Alejandro Toledo, Eliane Karp.  Lalu tahun 2005 Negara Peru membentuk Institut Nasional Pembangunan Masyarakat Andina, Amazon dan Afroperuano (INDEPA) yang pada tahun 2007 berada di bawah wewenang Kementerian Urusan Perempuan dan Pembangunan Sosial. Pada zaman Presiden Ollanta Humala sekarang ini INDEPA mencari cara untuk melakukan dialog dengan masyarakat indígenas karena aksi perjuangan masyarakat indígenas untuk menghalangi berbagai proyek pemerintah dalam bidang pertambangan. INDEPA berjanji untuk selalu berdialog dengan masyarakat dan berusaha untuk menerapkan Consulta Previa dalam setiap proyek yang akan dilakukan di wilayah masyarakat indígenas. 

Salah satu institusi pemerintahan yang mempertahankan hak-hak masyarakat indígenas adalah Defensoría del Pueblo (Pertahanan Sipil). Dalam berbagai konflik sosial yang terjadi di Peru, Defensoría del Pueblo menjadi salah satu organisasi yang mempertahankan hak-hak masyarakat indígenas di hadapan pemerintah. 
Konflik sosial yang terjadi dengan masyarakat indígenas Peru belakangan ini berawal dari pemerintahan Alan Garcia yang menjalankan politik pembangunan agresif dalam bidang makroekonomi tanpa memperhitungkan dampak sosial dari proyek-proyek ekonomi tersebut. Pemerintahan Alan Garcia misalnya menyerahkan berbagai konsesi pertambangan dan hasil hutan di berbagai wilayah masyarakat indígenas kepada perusahaan-perusahaan asing. Proyek-proyek ini membuat masyarakat indígenas marah dan menolak wilayah mereka dijadikan obyek proyek pembangunan pemerintah, apalagi berbagai proyek tersebut tidak pernah dikonsultasikan dengan masyarakat indígenas.

Salah satu konflik sosial yang terbesar antara masyarakat indígenas dan pemerintah Alan Garcia adalah Konflik Bagua, di daerah Amazon daerah hutan Peru. Setelah kongres Peru mengesahkan proyek  Pemerintah Peru yakni Perjanjian Promosi Perdagangan Peru – Amerika Serikat,maka pemerintah mulai melaksanakan perjanjian tersebut di wilayah pemukiman masyarakat indígenas tanpa melakukan konsultasi dengan masyarakat setempat. AIDESEP yang mendukung hak-hak masyarakat indígenas menolak semua keputusan pemerintah untuk menjalankan proyek tersebut di pemukiman masyarakat indígenas. Tetapi pemerintah tidak menerima keinginan AIDESEP dan masyarakat indígenas. Karena itu pada tanggal 8 April 2009 sebanyak 1.350 komunitas indígenas melakukan demonstrasi tanpa henti di wilayah Amazon. AIDESEP juga menarik diri untuk melakukan negosiasi dengan pemerintah karena mereka tidak didengar oleh pemerintah. Pada tanggal 5 Juni 2009, Kepolisian Peru dimobilisasi untuk mengusir masyarakat indígenas dari jalan “Fernando Belaúnde Terry” di Provinsi Bagua dan Utcubamba. Dalam mobilisasi tersebut terjadi konflik dengan masyarakat indígenas yang mengakibatkan sekitar 23 polisi dan 15 orang masyarakat indígenas meninggal dunia. Melihat masalah tersebut masyarakat internasional meminta supaya pemerintah Peru menerapkan Consulta Previa terhadap semua proyek pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah Peru. Karena mendapat tekanan dari berbagai pihak Kongres akhirnya menunda beberapa keputusan legislatif yang kontroversial seperti Hukum Tumbuhan dan Binatang Liar. Selain itu Kongres mulai melihat pentingnya Consulta Previa yang didukung oleh masyarakat indígenas. 

Ollanta Humala yang didukung oleh masyarakat indígenas menjadikan Consulta Previa sebagai salah satu bahan kampanye pemilihan presiden. Saat terpilih menjadi Presiden Peru, Ollanta Humala mengesahkan Hukum Consulta Previa pada tanggal 6 September 2011 di Bagua tempat di mana masyarakat indígenas berjuang menuntut hak-hak mereka. 

Namun demikian Hukum Consulta Previa ini dikritik oleh berbagai kalangan karena hukum ini berkutat sebatas memberikan kriteria proyek atau pembangunan tetapi tidak menghormati autodeterminasi dari masyarakat indígenas. Dengan kata lain pemerintah memiliki proyek di daerah masyarakat indígenas dan proyek itu dikomunikasikan dengan masyarakat tetapi masyarakat tidak memiliki hak untuk mengatakan autodeterminasi mereka. Selain itu Hukum Consulta Previa lebih pada usaha untuk menekan konflik sosial yang ada daripada menyelesaikan esensi permasalahan dengan masyarakat indígenas. Hak-hak masyarakat indígenas dihormati dalam proses-proses yang sudah ditentukan tetapi identitas masyarakat indígenas tidak dihargai. Konflik sosial yang terjadi sekarang ini di Peru disebabkan karena identitas masyarakat indígenas dengan hakautodeterminasi mereka tidak dihargai. Selama masa pemerintahan Alan Garcia sebanyak 191 orang meninggal akibat konflik sosial yang berhubungan dengan masalah lingkungan hidup dan hak-hak masyarakat indígenas. 

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Sweet Tomatoes Printable Coupons