Tanggal 27 Agustus lalu Presiden
Kolombia, Juan Manuel Santos menyatakan bahwa pemerintahannya memulai negosiasi
“awal” dengan pasukan gerilya FARC (Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia),
salah satu kelompok bersenjata yang mengganggu kestabilan Kolombia selama lebih
dari 50 tahun. Pendekatan Santos untuk melakukan negosiasi dengan FARC mendapat
berbagai reaksi dari masyarakat. Pertanyaan utamanya adalah : apakah negosiasi
awal untuk membangun perdamaian di Kolombia oleh pemerintahan Santos akan
mengakhiri konflik senjata yang sudah berlangsung hampir lebih dari setengah
abad dan telah memakan begitu banyak korban masyarakat Kolombia? Sebab
masyarakat Kolombia sangat cemas dengan taktik yang diambil pemerintah,
mengingat fakta perjanjian damai yang pernah dibangun dengan FARC, digunakan
oleh FARC untuk membentuk kembali barisan FARC dan terus melakukan kegiatan
kriminal mereka seperti narkotrafik.
Ada banyak alasan masyarakat Kolombia untuk
tidak percaya lagi sama FARC. Tahun 1998, saat Andrès Pastrana sebagai Presiden
Kolombia, dilakukan perjanjian perdamaian dengan para petinggi pemberontak
FARC. Saat itu untuk menjaga perdamaian pemerintahan Pastrana memberikan satu
wilayah yang luasnya hampir sebesar Swiss untuk dijadikan wilayah netral. Lalu
apa yang terjadi, FARC menggunakan wilayah netral ini sebagai basis untuk
mengkonsolidasikan negosiasi produksi kokain, yang mendatangkan keuntungan
kurang lebih sebanyak US$ 500 juta per tahun bagi FARC, memperkuat pasukan
mereka dengan merekrut anggota baru, dan
dari tempat ini mereka melancarkan serangan yang mematikan ke beberapa kota di
Kolombia. Pada tahun 2002, perjanjian perdamaian gagal dan ada ketakutan
masyarakat dan dunia bahwa pemerintahan Kolombia bisa jatuh karena serangan
FARC.
Pada saat inilah Àlvaro Uribe menjadi
Presiden Kolombia, saat di mana Bogotà diserang oleh pasukan FARC. Dengan
bantuan militer dari Amerika Serikat dalam perjanjian yang disebut Plan
Kolombia, Uribe melancarkan serangan balik kepada pasukan FARC dan berhasil
menghancurkan pasukan FARC di beberapa sektor. Pada saat ini, sebagian besar
masyarakat Kolombia mulai menyadari bahwa FARC memang benar-benar pasukan
teroris dan bukan lagi mewakili aspirasi ideologi masyarakak pedesaan seperti
yang didengungkan. Pasukan FARC menyandera ratusan warga, baik politikus maupun
militer/polisi untuk dijadikan tameng dalam negosiasi. Banyak masyarakat yang
meninggal dalam penangkapan ini. FARC
juga melakukan serangan dengan bom ke tempat-tempat sipil di kota dan membunuh
banyak orang. Tanggal 4 Februari 2008, jutaan masyarakat Kolombia turun ke
jalan melakukan demonstrasi sambil bernyanyi “Menolak FARC”.
Strategi militer yang dilakukan oleh Uribe
berjalan sukses karena berhasil mengurangi aksi kekerasan di Kolombia dan
berhasil melemahkan kekuatan FARC, di mana pasukan FARC berkurang sebanyak 50%
dan tinggal hanya 4.000 serdadu.
Pada tahun 2010, Juan Manuel Santos, yang
adalah Mantan Menteri Pertahanan Uribe menjadi Presiden Kolombia.
Keberhasilannya menyerang pasukan FARC membuatnya dipilih oleh sebagian besar
masyarakat Kolombia untuk menjadi presiden. Walaupun demikian, sejak menjadi
presiden Santos memilih untuk melakukan negosiasi perdamaian dengan FARC,
walaupun pemerintahannya terus melakukan penyerangan, bahkan sampai membunuh
pemimpin FARC, Alfonso Cano bulan November tahun 2011.
Walaupun FARC sudah kehilangan sebagian besar
pasukannya, namun FARC masih mampu untuk meningkatkan serangan mereka dalam
setahun terakhir, yang memakan banyak korban di pihak Angkatan Bersenjata
Kolombia dan merusak berbagai infrastruktur energi Kolombia. Begitu banyaknya
serangan FARC membuat banyak orang Kolombia mempertanyakan keamanan yang
dibangun oleh Santos saat menjadi Menteri Pertahanan dan sekarang pelan-pelan
situasi ini hilang kembali. Situasi ini membuat masyarakat mempertanyakan
kepemimpinan Santos. Tidak mengherankan kalau mantan presiden Kolombia, Uribe,
menyatakan dihadapan umum untuk menolak kepemimpinan Santos dan menuduh
pemerintahan Santos sebagai pemerintahan yang lemah dan tidak mengambil
tindakan tegas kepada kelompok teroris yang dibenci oleh masyarakat Kolombia.
Pemerintahan Santos menilai bahwa aksi
pemerintah untuk terus menyerang pasukan FARC harus diselesaikan melalui meja
perundingan supaya tidak memakan korban lebih banyak lagi. Karena itu Santos
memberikan kesempatan kepada pasukan FARC untuk membangun perdamaian lewat perundingan.
Yang jelas Santos tidak membuka meja perundingan tanpa pertimbangan politik
yang matang dan menguntungkan pemerintahan Kolombia. Santos membangun sebuah
kondisi yang sangat berbeda dengan perundingan yang dilaksanakan sepuluh tahun
yang lalu. Angkatan Bersenjata Kolombia berada dalam kondisi yang menguntungkan
sehingga tidak dengan mudah ditekan oleh pasukan pemberontak. Ekonomi Kolombia
juga sedang berkembang menuju fase yang sehat walaupun masih bergantung pada
sektor pertambangan dan minyak bumi. Demikian juga kota-kota di Kolombia
sekarang ini lebih aman daripada tahun-tahun sebelumnya. Strategi yang dibangun
oleh pemerintah adalah menekan FARC sampai ke batas tertentu, lalu karena
tertekan FARC dipaksa untuk melakukan perjanjian perdamaian.
Namun masyarakat Kolombia melihat Juan Manuel
Santos sebagai presiden yang lemah seperti Presiden Andrès Pastrana. Masyarakat
Kolombia melihat bahwa aksi negosiasi perdamaian yang dilakukan Juan Manuel
Santos memiliki tujuan lain yakni mencari popularitas internasional. Dan
masyarakat melihat bahwa gelombang serangan yang dilakuan FARC dalam beberapa
bulan terakhir adalah reaksi FARC karena sudah mengetahui bahwa Presiden Santos
adalah seorang presiden yang lemah. Masyarakat melihat bahwa setelah Santos
menjadi presiden, Angkatan Bersenjata Kolombia belum berhasil melakukan
serangan yang serius terhadap pasukan FARC. Apalagi masyarakat sudah mengerti
bahwa FARC sekarang lebih sebagai organisasi kriminal narkotrafik dengan
struktur komando desentralisasi. Produksi kokain yang terus berkembang membuat
masyarakat menjadi takut bahwa FARC menggunakan kesempatan masa-masa perdamaian
atau negosiasi ini untuk melakukan pembenahan untuk membeli senjata bagi
perjuangan mereka. Pengalaman perjanjian sebelumnya yang dimanfaatkan oleh FARC
sebagai kesempatan untuk membenahi diri akhirnya akan kembali terjadi.
Argumen pemerintah dan masyarakat ini menjadi
dilema bagi pemerintah dan masyarakat Kolombia. Apa yang akan terjadi nanti
sangat ditentukan oleh berbagai hal yang menunjang perundingan perdamaian
antara pemerintah dan FARC di lapangan. Tetapi yang jelas masyarakat Kolombia
sudah jenuh dengan semua aksi kekerasan FARC dan mereka menginginkan agar
perdamaian bertahta di Kolombia.
0 comments:
Post a Comment