Tuesday 20 September 2011

OPERASI "PEMBERSIHAN" ALA DILMA ROUSSEFF


Dilma Rousseff menjadi Presiden Brasil karena mendapat dukungan kuat dari Lula da Silva. Tidak mengherankan bahwa banyak analis politik melihat Dilma Rousseff sebagai perpanjangan tangan politik Lula. Hal itu tampak sekali ketika Dilma memilih para menteri kabinet yang kebanyakan adalah pegawai pemerintahan Lula.

Namun demikian, pemikiran bahwa Dilma adalah perpanjangan tangan Lula tidak semuanya benar. Pemerintahan Lula da Silva yang memiliki kelemahan dalam “memberantas korupsi” dalam tubuh kabinetnya dilihat oleh Dilma Rousseff sebagai penghalang bagi pemerintahannya. Tidak mengherankan dalam tujuh bulan memimpin Brasil dia sudah “membersihkan” kabinet dan pemerintahannya dari para koruptor dan pegawai yang tidak loyal kepada Presiden. Empat menteri dan puluhan pegawai pemerintahan dalam posisi penting di pemerintah sudah dipecat dan diganti.

Dalam tujuh bulan pemerintahannya Dilma sudah memecat empat menteri: Menteri Kepala Kabinet, Antonio Palocci; Menteri Transportasi, Antonio Nascimiento; Menteri Pertanian, Wagner Rossi; dan Menteri Pertahanan, Nelson Jobim. Antonio Palocci dipecat karena laporan korupsi yang ditulis oleh sebuah surat kabar, setelah ditemukan bahwa harta kekayaan pribadinya meningkat tajam. Antonio Nascimento bersama 20 pegawai di Kementerian Transportasi dipecat karena terlibat dalam mark up proyek jalan raya di Brasil. Wagner Rossi, yang menarik diri dari Menteri, karena ketahuan menerima suap dan menerima penerbangan gratis dari beberapa perusahaan pertanian. Dilma sendiri melihat bahwa masalah ini terjadi karena “ketidaktahuan” Menteri Pertanian. Karena itu Dilma tidak mau memecatnya, tetapi Wagner Rossi mengundurkan diri karena kemauannya sendiri. Sementara Nelson Jobim, mengundurkan diri dari Kabinet Dilma karena masalah politik di mana Dilma Rousseff membentuk Komisi Kebenaran, yang menginvestigasi semua kekerasan terhadap hak asasi manusia oleh partai politik dan militer sejak tahun 1964-1985. Nelson Jobim yang seorang militer tidak mendukung pembentukan Komisi Kebenaran ini. Dalam beberapa bulan terakhir, Jobim menyatakan bahwa dirinya bukanlah pendukung Dilma Rousseff sebagai Presiden Brasil. Mengherankan bahwa pernyataan itu diucapkannya setelah dirinya menjadi menteri. Polemik ini membuat dirinya menarik diri dari jabatan sebagai Menteri Pertahanan.

Politik “pembersihan” Dilma Rousseff ini mendapat dukungan dari berbagai pihak di Brasil. Tidak mengherankan popularitasnya meningkat. Sementara Dilma sendiri menyatakan bahwa politik yang diambilnya bukan politik “pembersihan”, melainkan sebuah “renovasi demi efisiensi” dalam pemerintahannya. Sudah jelas bahwa politik yang diambilnya ini menciptakan “ketegangan” dalam tubuh Partai Pekerja (Partainya Dilma) dan partai-partai lain yang berafiliasi dengannya. Sementara Dilma Rousseff menekankan “sebuah relasi yang dewasa” dengan partai-partai lain, tanpa tekanan dan kemaunnya untuk membentuk sebuah pemerintahan yang bersih dan efisien merupakan tuntutan mendasar dalam membangun Brasil.

Aksi “pembersihan” Dilma Rousseff menimbulkan pertanyaan yang besar juga bagi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dari luar negeri, pemerintahan SBY didera oleh beberapa kasus politik yang belum terselesaikan. Dan masalah yang paling krusial adalah masalah korupsi baik dalam partainya sendiri maupun dalam pemerintahannya. (Selain itu ada juga masalah hak asasi manusia (belum tuntasnya “kasus kematian Munir”); dan masalah opsi terhadap kaum miskin yang belum mendapat “proyek pembangunan”).

Dalam kasus korupsi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sangat berhati-hati dengan menjunjung tinggi asas “praduga tak bersalah”, sehingga terkesan bahwa para koruptor “dilindungi”. Kasus korupsi dalam tubuh Partai Demokrat dan kabinetnya, yang sampai sekarang masih menjadi berita nasional dari Indonesia sebenarnya sudah berada pada tingkat “merusak efektivitas dan efisiensi” kerja pemerintahan. Mengherankan bahwa belum ada “tindakan yang diambil” dari pihak Presiden untuk mengatasi masalah ini. Sampai sekarang belum ada penyelesaian yang jelas atas beberapa kasus korupsi: kasus Bank Century, Kasus Pembangunan Wisma Atlet, Kasus Menteri Tenaga Kerja dan masih banyak kasus korupsi lainnya. Di banyak negara, pegawai pemerintahan yang “terlibat” dalam kasus korupsi, langsung dinonaktifkan dan diganti. Bahkan mentalitas “malu” karena “terlibat” (belum sampai “terbukti”) korupsi membuat beberapa pegawai pemerintah “menarik diri” dari jabatannya. Masalah korupsi di Indonesia sudah berada pada tingkat “endemic” dan memiliki dampat negatif yang mahadasyat bagi Indonesia ke depan. Dilma Rousseff di Brasil berani mengambil jalan “pembersihan” karena dia dipilih oleh rakyat dan bukan oleh partai politik saja. Mandat dari rakyat inilah yang menguatkannya. Tidak mengherankan setelah “membersihkan” kabinet dan pemerintahannya, popularitas Dilma meningkat tajam. Bagaimana dengan Presiden Susilo?

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Sweet Tomatoes Printable Coupons